Penyakit Prokrastinasi dalam Studi &
Karir
Bulan Syawal akan segera berakhir, saatnya
kembali ke rutinitas biasanya. Para pekerja sudah mulai kembali melanjutkan
pekerjaan dan rutinitasnya, begitu pula para pelajar dan mahasiswa segera kembali ke
dunia belajarnya. Kembali ke aktivitas normal pasti tidak hanya sekedar kembali
tetapi membawa sebuah harapan dan target baru yang akan dicapai selama setahun
ke depan. Namun untuk mencapai harapan dan target itu pasti tidaklah mudah
karena ada hambatan dan tantangan, salah satunya adalah perilaku Prokrastinasi.
Prokrastinasi atau dalam bahasa latin Procrastinare berasal dari dua kata
‘pro’ dan ‘crastinus’. Pro artinya gerakan maju, ke depan dan Crastinus artinya
besok, milik hari esok. Artinya seseorang lebih suka melakukan tugasnya di esok
hari. Seseorang yang melakukan Prokrastinasi disebut sebagai Prokrastinator.
Prokrastinasi dilakukan biasanya dengan unsur kesengajaan dan mengetahui jika
melakukan hal tersebut berdampak buruk. Menurut Ferrari (1995) prokrastinasi
adalah perbuatan menunda melakukan pekerjaan tanpa mempermasalahkan tujuan dan
alasan penundaan, serta bisa menjadi kebiasaan dalam menghadapi tugas dengan
keyakinan atau alasan yang irasional. Jadi pengertian Prokrastinasi pada
intinya adalah perbuatan menunda-nunda melakukan tugas/pekerjaan dengan alasan
yang irasional.
Prokrastinasi dalam
Studi & Karir
Penulis menyebut prokrastinasi sebagai
penyakit karena perilaku ini berdampak buruk bagi pelakunya. Selain itu,
perilaku ini sudah cukup banyak dilakukan dan bisa saja tanpa sadar.
Prokrastinasi bisa dilakukan baik oleh para pekerja ataupun pelajar yang
nantinya akan berdampak terhadap prestasi kerja dan belajar. Dalam
akademik/studi, indikasi perilaku prokrastinasi misalnya menunda menyelesaikan
tugas yang dihadapi dengan alasan tugas bisa dikerjakan nanti mendekati batas
pengumpulan. Sering pula kita jumpai keterlambatan dalam menyelesaikan karena
melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak seberapa dibutuhkan, pengerjaan yang
terlalu dekat waktu pengumpulan sehingga tidak selesai semua pekerjaannya.
Kesenjangan waktu antara rencana dengan pelaksanaan aktivitasnya bisa juga berpengaruh
terhadap kualitas tugas yang dikerjakan. Dan berikutnya prokrastinator biasanya
lebih memilih aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan misalnya
ngobrol, dengerin musik, jalan-jalan, dll.
Dalam kerja/karir, indikasi perilaku
prokrastinasi bentuknya seperti baca koran, ngobrol diluar topik kerja
berlama-lama, bermain game, dll. Bayangkan jika banyak para pekerja melakukan
penundaan pekerjaannya. Sebagai contoh petugas pelayanan masyarakat untuk pengurusan
KTP dan administrative penduduk dituntut kecepatan dalam melayani masyarakat
tetapi diabaikan dan ditunda pekerjaannya, maka banyak urusan warga yang tidak
kunjung usai dan banyak waktu warga tersita hanya untuk mengurus hal itu
berkali-kali. Petugas kesehatan bila menunda pekerjaannya bisa berakibat
terhadap pasien yang tidak segera ditangani akan berakibat sakitnya semakin
parah bahkan ekstrim berakibat terhadap nyawanya.
Di Indonesia, Pegawai Negeri Sipil
sebanyak 40% sering melakukan prokrastinasi (Tamin, 2010). Hal tersebut terjadi
tidak hanya di petugas pelayanan masyarakat level bawah tapi sampai level atas
seperti para pejabat DPR sering bolos kerja, terlambat/tidak hadir rapat, rapat
paripurna sering tertunda, dll. Seorang dosen/pengajar menunda pekerjaan
persiapan mengajarnya maka bisa pengaruh terhadap kualitas mengajarnya,
keterampilan peserta didiknya. Seorang manajer menunda pekerjaannya maka akan
bertabrakan dengan strategi atau target lain dan akibatnya target bisa tidak
tercapai, bisa tercapai tapi kurang maksimal, berefek terhadap target
selanjutnya, kelambatan dalam kualitas prosesnya.
Dalam pendekatan Psikologi dan para
Profesor Prokrastinasi, mereka menyatakan bahwa perilaku prokrastinasi
terbentuk karena faktor lingkungan. Mereka melakukan penelitian bahwa 20% pekerja
di setiap perusahaan mengidentifikasi dirinya prokrastinator. Prokrastinasi yang
dilakukan oleh para remaja dan mahasiswa terjadi bukan karena masalah tidak
mampu mengatur waktu saja. Mereka sering pula membohongi diri sendiri dengan
dalih akan melakukan tugasnya esok hari, bekerja dengan tekanan dan mendekati
batas akhir akan semakin terpacu kreatifitasnya. Faktanya, bukan kreatifitas
yang muncul justru tekanan, ketidakoptimalan dan pengerjaan seadanya karena
sudah dekat batas waktu selesainya pengerjaan, selesai pun tidak mendapat hasil
optimal.
Allah sudah memerintahkan agar tidak
menunda-menunda pekerjaan : Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. [Al Hasyr 59:18]. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain [Al Insyirah
94:7]. Apabila kita mengabaikan waktu dan menunda pekerjaan akan
berpengaruh untuk hari esok baik di dunia dan akhirat. Di dunia kita tidak bisa
maksimal dalam menjalankan ibadah baik ritual (sholat, puasa, dll) dan sosial (bekerja, belajar, membantu sesama, dll) pasti
akan pengaruh juga terhadap kehidupan kita kelak di akhirat.
Sebab Prokrastinasi
1. Manajemen Waktu
Setiap tujuan harus direncanakan
bagaimana untuk mencapainya. Termasuk dalam mengatur waktu untuk mencapai
tujuan tersebut. Tanpa adanya manajemen waktu akan banyak sekali waktu kita
yang terbuang. Dalam sebuah hadist dinyatakan, ada dua hal yang sering
disia-siakan manusia yaitu kesehatan dan waktu. Seseorang yang tidak
memiliki manajemen waktu akan kesulitan untuk membedakan mana pekerjaan dan
aktivitas yang harus dilakukan segera dan mana yang bukan. Memiliki manajemen
waktu tapi tidak dilaksanakan dengan baik karena pelaksanaan tidak fokus atau
menundanya akan berpengaruh terhadap tujuan.
2. Menentukan Prioritas
Selain manajemen waktu, penentuan
prioritas terhadap tugas dan pekerjaan yang dimiliki bisa juga mengakibatkan
melakukan penundaan pekerjaan. Dalam teori manajemen waktu, ada 4 kuadran untuk
membagi aktivitas dijalankan : (1) mendesak-penting (2) tidak mendesak-penting
(3) mendesak-tidak penting (4) tidak mendesak-tidak penting. Para
prokrastinator terjebak untuk menentukan prioritas pekerjaan penting dan
tidaknya, serta mendesak dan tidaknya. Seringnya malah melakukan pekerjaan yang
banyak di kuadran 3 dan 4. Sehingga sering menunda pekerjaan yang penting.
3. Karakter Tugas dan Kepribadian
Adalah tingkat kesulitan tugas/pekerjaan
yang dimiliki. Setiap tugas memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda sesuai
dengan kapasitas dan kemampuan kita. Oleh karena itu kita butuh mengatur diri
kita untuk melaksanakan tugas tersebut. Tugas yang dipandang sulit biasanya
akan cenderung dihindari dan ditunda karena tingkat kesulitannya tinggi dan
membutuhkan fokus yang besar. Hal tersebut bisa alamiah terjadi dan wajar
karena tugas yang dimiliki bisa membutuhkan adaptasi dan kesiapan diri, tugas
yang lebih mudah akan dikerjakan dulu. Tetapi akan menjadi masalah ketika
memiliki kepribadian negatif seperti malas, moody, tidak percaya diri sehingga
baik ketemu tugas yang sulit atau mudah cenderung menunda-nunda melakukannya.
Solusi
1.
Manajemen Diri
Melakukan
pengaturan terhadap diri sendiri kadang kala merasa sulit, tapi jika ditinjau
dari segi manfaatnya cenderung lebih besar. Menurut Goleman (2000), dengan
manajemen diri kita berusaha menciptakan aktivitas sesuai dengan misi hidup, tujuan
hidup dan cita-cita karir. Dengan memahami kondisi diri sendiri maka kita juga
bisa memahami kapasitas kita sebagai manusia, dimana memiliki kelebihan dan
kelemahan, dan tiap manusia berbeda-beda kondisinya. Selain itu, kita juga bisa
memahami tujuan yang ingin dicapai, seberapa penting tujuannya, melakukan kontrol
dan evaluasi terhadap pencapaian tujuan. Sehingga dengan mengetahui tersebut
akan terhindar dari penundaan pekerjaan karena mengetahui dampak jika tujuan
tersebut tidak tercapai.
Ketika kita
memiliki suatu tugas dengan tingkat kesulitan tertentu, kita bisa mengukur dan
menentukan bagaimana kita bisa mengerjakannya dengan optimal. Kita mampu
menentukan mana tugas yang prioritas dan tidak sesuai kondisi kita. Bisa jadi
ada tugas-tugas yang membutuhkan fokus yang lebih banyak karena tingkat
kesulitannya tinggi, sehingga jangan sampai menunda pekerjaan tersebut agar
mendapatkan hasil optimal.
2.
Fokus Kuadran II
Dalam buku 7 habbits for effective people bagian
Bab ‘Dahulukan yang Utama’ dijelaskan bahwa dalam manajemen waktu dan diri,
sebaiknya kita lebih banyak fokus di Kuadran II. Kuadran tersebut berisikan
hal-hal yang ‘penting tetapi tidak genting’. Genting berbicara kemendesakan
harus dijalankan sekarang juga, sedangkan hal penting lebih ditinjau dari
manfaat dan dampak jika tidak tercapai. Dengan fokus di kuadran II maka kita
bisa menghasilkan pikiran kita banyak tertuju kepada visi hidup, keseimbangan
menjalankan setiap tanggung jawab kita, sesuai porsinya dalam pelaksanannya,
disiplin dan kontrol serta tidak banyak menghasilkan krisis dan stress.
Sedangkan jika fokus
di kuadran I (penting-genting) maka bisa menghasilkan stress, keletihan, krisis
terhadap masalah/tugas dan meminta untuk diselesaikan segera. Artinya jika
banyak fokus di kuadran I maka kita hanya bersifat reaktif, banyak tersita fokus
untuk menyelesaikan masalah/tugas yang sejatinya telah kita tunda-tunda. Ketika
menyelesaikan tugas tertunda, bisa datang lagi tugas baru yang bisa butuh fous
besar juga, sehingga banyak berusaha memadamkan krisis. Ibarat naik kapal kita
dilanda ombak besar, belum selesai menghadapinya kita dilanda lagi ombak dari
sisi lain yang juga besar.
Apalagi jika
fokusnya hanya di kuadran 3-4, yang berisikan aktivitas yang ‘tidak penting’.
Walaupun di kuadran 3 bersifat ‘genting’ tapi tidak penting misalnya tiba-tiba
diajak nonton,jalan-jalan oleh teman, maka lebih baik kita habiskan waktu kita
sesuai rencana dengan mengerjakan aktivitas yang ‘penting’ walaupun ‘tidak
genting’. Sehingga saat aktivitas itu masuk menjadi genting kita tidak banyak
mengalami kebingungan dan stress, dan hasilnya bisa lebih optimal. Fokus di
Kuadran II, sejatinya kita tidak menunda pekerjaan yang penting, sesuai tujuan
kita, hasilnya lebih bisa optimal dan tidak terkena penyakit prokrastinasi.
Kesimpulan &
Penutup
Penyakit
prokrastinasi sangat besar dampak negatifnya jika hal itu dibiarkan dan menjadi
kebiasaan. Apalagi didukung dengan kebiasaan masyarakat timur yang menilai
waktu luang sebagai suatu kebahagiaan akan semakin mendukung masyarakat untuk
melakukan penundaan terhadap pekerjaan. Jika itu dibiarkan dalam kehidupan
studi dan karir maka hasil dan prestasi tidak optimal. Semoga kita semua
terhindari dari perilaku prokrastinasi, senantiasa disibukkan dengan aktivitas
penting dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat.